"Jadilah kamu orang yang mengajar, atau belajar, atau pendengar, atau pecinta (ilmu) dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima (tidak mengajar, tidak belajar dan tidak cinta ilmu), maka kamu akan hancur." (HR. Baihaqi)
Rabu, 30 Januari 2013
Puas Dengan Pemberian Allah, Maka Akan Diberi Kecukupan
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, "tangan yang diatas lebih baik dari tangan yang dibawah. seseorang harus mendahulukan memberi kepada orang yang menjadi tanggungannya. dan sedekah yang paling baik adalah yang dikeluarkan orang kaya. dan siapapun yang tidak meminta pertolongan (keuangan) kepada orang lain, Allah akan memberinya dan menyelamatkannya untuk tidak meminta tolong kepada orang lain, dan siapapun yang merasa puas dengan yang diberikan Allah kepadanya, maka Allah akan membuatnya berkecukupan". (Al-Hadits)
Selasa, 29 Januari 2013
Hukum Mengerjakan Shalat pada Waktu Matahari Terbit dan Terbenam
Mengenai sholat sunat pada waktu tersebut (sesudah Shubuh dan Ashar,
ketika matahari terbit, di tengah-tengah, dan tenggelam Matahari),
sebagian shahabat (Ali,Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, dan
Ibnu Umar) tidak menyukainya. Umar pernah memukul seseorg yang
bershalat dua rakaat sesudah Ashar di hadapan Nab SAW. Demikian juga
dengan Khalid bin Walid pernah melakukannya juga. Berkaitan dengan hal
ini ada beberapa pendapat:
- As syafii: memperbolehkan kita untuk melakukannya asalkan ada sebabnya. Misalnya sholat Tahiyatul Masjid, sholat sunat Syukur Wudhu.
- Ulama-ulama Hanbaliyah megharamkannya meskipun sholat sunat yang ada sebabnya, terkecuali sholat sunat Thawaf.
- Ulama-ulama Hanafiyah: tidak syah secara mutlak melakukan sholat pada waktu-waktu tersebut. Kecuali sholat Ashar dan solat Jenazah yang harus dilakukan pada saat itu. Demikian juga dengan sujud tilawah, kita dilarang untuk melakukan sujud ketika dibacakan ayat-ayat sajadah. Abu Yusuf dari golongan Hanafiyah membolehkan melakukan sholat sunat Jum’at yang dilakukan pada saat matahari berada di tengah-tengah.
- Golongan Syafiiyah tidak menyukai kita melakukan sholat sunat yang tidak bersebab pada waktu-waktu ini. Mengenai sholat fardlu, sunat bersebab, sholat sunat Jumat di saat matahari ditengah-teng, dan sunat yang dilakukan di daerah Haram Mekkah semuanya diperbolehkan.
- Golongan Malikiyah berpendapat: tidak boleh sholat di saat terbit dan terbenam, walaupun sholat bersebab. Termasuk sujud tilawah, sholt ndzar, dan sholat jenazah (kecuali jika khawatir jenazah akan rusak bila tidak terus disholatkan). Mereka membolehkan sholat fardlu ’ain baik yang qadha maupun tunai. Mereka juga membolehkan sholat fardlu pada saat matahari di tengah-tengah.
- Golongan Hanafiyah: tidak syah sholat sunat pada waktu tersebut baik bersebab maupun tidak, baik di Mekkah atau bukan, baik hari Jumat maupun bukan, terkecuali tahiyatul Masjid di hari Jumat. Haram sholat jenazah di waktu ini kecuali ada kekhawatiran jenazah rusak. Tetapi mereka membolehkan kita mengqadha sholat.
Hadits Nabi SAW Amr bin
’Abasah berkata, ”Saya berkata, Ya Nabiyullah terangkan kepadaku tentang
Sholat! Nabi SAW menjawab,’kerjakan sholat Shubuh sesudah itu tahanlah
diri dari sholat hingga terbit matahari dan tinggi. Karena matahari itu
terbit antara dua tanduk syetan. Dan ketika itu bersujud segala orang
kafir. Kemudian kerjakanlah sholat karena sholat itu dihadiri oleh
malaikat sehingga matahari rembang (tengah-tengah). Kemudian tahanlah
diri dari sholat karena jahanam pada waktu itu sedang dinyalakan.
Apabila bayangan telah condong ke Barat maka bersholatlah karena sholat
itu dihadiri malaikat, sehingga engkau sholat Ashar. Kemudian tahanlah
diri kalian dari sholat sehingga terbenam matahari. Sesungguhnya
matahari terbenam diantara dua tanduk syetan. Dan ketika itu orang-orang
kafir bersujud kepadanya. (HR. Ahmad dan Muslim)
Empat Wanita Calon Surga dan Neraka
4 Wanita Calon Surga
1. Wanita yang menjaga diri dari berbuat haram, berbakti pada Allah swt, Rasul dan suaminya.
2. Wanita yang menerima dengan senang hati keadaan serba kekurangan dengan suaminya dan banyak keturunannya serta penyabar.
3. Wanita yang bersifat pemalu dan bila suaminya pergi ia menjaga diri
dan harta suaminya dan jika suaminya datang ia mengekang mulutnya dari
perbuatan yang tidaklayak.
4. Wanita yang ditinggal mati
suaminya dan mempunyai anak masih kecil lalu menahan dirinya untuk kawin
lagi karena ingin mengurus anak-anak dan mendidik serta memperlakukanny
a dengan baik, dan bersedia kawin lagi karena khawatir anaknya akan
sia-sia / terlantar.
4 Wanita Calon Neraka
1. Wanita yang
mulutnya jelek pada suaminya dan jika suaminya pergi ia tidak menjaga
dirinya dan jika suaminya datang ia memaki / memarahinya.
2. Wanita yang memaksa suaminya membeli apa yang suaminya tidak mampu.
3. Wanita yang tidak menutupi dirinya dari laki-laki lain dan keluar
rumah dengan menampakkan perhiasan dan ke cantikannya untuk menarik
perhatian laki-laki lain.
4. Wanita yang tidak mempunyai tujuan hidup kecuali makan, minum dan tidur serta tidak berbakti pada Allah swt dan suaminya.
Kaedah Penting dalam Memahami Al Qur’an dan Hadits
jaminan dari Allah dan Rasul-Nya, bahwa mereka tidak akan sesat selama mengikuti petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, berpegang-teguh kepada Alquran dan al Hadits. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَإِمَّا
يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ
وَلاَ يَشْقَى {123} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً
ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika
datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti
petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan
barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada
hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123, 124).
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku
telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
KENYATAAN UMAT PADA ZAMAN SEKARANG
Inilah yang menimbulkan keprihatinan, kenyataan yang ada
menunjukkan bahwa umat Islam telah berpecah-belah menjadi banyak
golongan. Antara satu dengan lainnya memiliki prinsip-prinsip yang
berbeda, bahkan kadang-kadang saling bertentangan. Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan iftiraqul ummah (perpecahan umat Islam) ini semenjak hidup beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Walaupun demikian, kita tidak boleh pasrah terhadap kenyataan yang
ada, bahkan kita diperintahkan untuk mengikuti syariat dalam keadaan
apa saja. Sedangkan syariat telah memerintahkan agar kita bersatu di
atas al-haq, di atas Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya radhiallahu ‘anhum. Salah
satu hal terpenting untuk menyatukan umat ini ialah, umat harus
mengikuti kaidah yang benar dalam memahami al-Kitab dan as-Sunnah.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah
berkata, “Pada zaman ini, kita hidup bersama kelompok-kelompok orang
yang semua mengaku bergabung dengan Islam. Mereka meyakini bahwa Islam
adalah Alquran dan as-Sunnah, tetapi kebanyakan mereka tidak ridha
berpegang dengan perkara ketiga yang telah dijelaskan, yaitu sabilul mukminin
(jalan kaum mukminin), jalan para sahabat yang dimuliakan dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan sebaik-baiknya dari kalangan
tabi’in dan para pengikut mereka. "Barangsiapa benar-benar menghendaki, kembalilah kepada al-Kitab
dan as-Sunnah, yaitu wajib kembali kepada apa yang ada pada para
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in dan para pengikut mereka setelah mereka.” [Manhaj as Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin al Albani, hlm. 27, karya Syaikh ‘Amr Abdul Mun’im Saliim].
Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim al ‘Aql hafizhahullah menyatakan, rujukan di dalam memahami al-Kitab dan
as-Sunnah adalah nash-nash yang menjelaskannya, juga pemahaman
Salafush Shalih dan imam-imam yang mengikuti jalan mereka. Dan apa
yang telah pasti dari hal itu, tidak dipertentangkan dengan
kemungkinan-kemungkinan (makna) bahasa [Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, hlm. 7]
Para ulama menyebutkan kaidah di dalam memahami dan menafsirkan Alquran sebagai berikut:
- Menafsirkan Alquran dengan Alquran.
- Menafsirkan Alquran dengan as-Sunnah.
- Menafsirkan Alquran dengan perkataan-perkataan para sahabat.
- Menafsirkan Alquran dengan perkataan-perkataan para tabi’in.
- Menafsirkan Alquran dengan bahasa Alquran dan as-Sunnah, atau keumumam bahasa Arab.
Al-Hafizh Ibnu Katsir menyatakan, jalan yang paling benar dalam menafsirkan Alquran ialah:
- Alquran ditafsirkan dengan Alquran. Karena apa yang disebutkan oleh Alquran secara global di satu tempat, terkadang telah dijelaskan pula dalam Alquran secara luas di tempat yang lain.
- Jika hal itu menyusahkanmu [yakni Anda tidak mendapatkan penjelasan ayat dari ayat lainnya, Pen.], maka engkau wajib me-ruju` kepada as-Sunnah, karena ia merupakan penjelas bagi Alquran.
- Jika tidak mendapatkan tafsir di dalam Alquran dan as-Sunnah, dalam hal ini kita me-ruju`
kepada perkataan para sahabat. Mereka lebih mengetahui tentang hal
itu, karena mereka menyaksikan alamat-alamat dan keadaan-keadaan yang
mereka mendapatkan keistimewaan tentangnya [yaitu hanya generasi
sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu dan yang menjadi penyebab
turunnya. Demikian juga Rasulullah bersama mereka, sehingga para
sahabat dapat menanyakan ayat-ayat yang susah difahami. Adapun generasi
setelah sahabat tidak mendapatkan hal-hal seperti di atas, Pen.].
Juga karena para sahabat memiliki pemahaman yang sempurna, ilmu yang
benar, dan amal yang shalih. Terlebih para ulama sahabat dan para
pembesar mereka, seperti imam empat, yaitu khulafaur rasyidin, para imam yang mengikuti petunjuk dan mendapatkan petunjuk, Abdullah bin Mas’ud, juga al-habrul al-bahr (seorang ‘alim dan banyak ilmunya) Abdullah bin Abbas.
-
Jika engkau tidak mendapatkan tafsir di dalam Alquran dan as-Sunnah,
dan engkau tidak mendapatinya dari para sahabat, maka dalam hal ini
banyak para imam me-ruju` kepada perkataan-perkataan tabi’in,
seperti Mujahid bin Jabr, karena beliau merupakan ayat (tanda
kebesaran Allah) dalam bidang tafsir. Juga seperti Sa’id bin Jubair,
‘Ikrimah maula Ibnu Abbas, ‘Atha bin Abi Rabah, al-Hasan al-Bashri,
Masruq bin al Ajda’, Sa’id bin al-Musayyib, Abul ‘Aliyah, Rabii’ bin
Anas, Qatadah, adh-Dhahhak bin Muzahim, dan lainnya dari kalangan
tabi’in (generasi setelah sahabat), dan tabi’ut tabi’in (generasi
setelah tabi’in). (Perkataan-perkataan tabi’in bukanlah hujjah jika mereka berselisih), namun jika mereka sepakat terhadap sesuatu, maka tidak diragukan bahwa itu merupakan hujjah.
- Jika mereka berselisih, maka perkataan sebagian mereka bukanlah hujjah terhadap perkataan sebagian yang lain, dan bukan hujjah
atas orang-orang setelah mereka. Dalam masalah itu, maka tempat kembali
ialah kepada bahasa Alquran dan as-Sunnah, atau keumumam bahasa Arab,
atau perkataan para sahabat dalam masalah tersebut. Adapun
menafsirkan Alquran semata-mata hanya dengan pikiran (akal), maka
(hukumnya) haram.” (Tafsir al-Qur`anul Azhim, Muqaddimah, 4-5).
Adapun
kewajiban berpegang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih, yaitu
para sahabat, tabi’in, dan para imam yang mengikuti jalan mereka, maka
dalil-dalilnya sangat banyak, antara lain:
Firman Allah Ta’ala,
وَمَن
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa
menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap
kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam
Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. (Q.S an-Nisaa` : 115).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya, keduanya itu (yaitu menentang Rasul sesudah
jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Pen.) saling berkaitan. Semua orang yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, berarti dia mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin. Dan semua orang yang mengikuti
jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, berarti dia menentang Rasul
sesudah jelas kebenaran baginya.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Sebaik-baik
manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian
orang-orang yang mengiringi mereka (yaitu generasi tabi’in), kemudian
orang-orang yang mengiringi mereka (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). (Hadits mutawatir, Bukhari, no. 2652, 3651, 6429; Muslim, no. 2533; dan lainnya).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
وَإِنَّ
بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً
وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي
النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
Sesungguhnya,
Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 72 agama. Dan sesungguhnya
umatku akan berpecah-belah menjadi 73 agama. Mereka semua di dalam
neraka kecuali satu agama. Mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah
mereka, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Siapa saja yang mengikutiku dan sahabatku.” (H.R
Tirmidzi, no. 2565; al-Hakim, Ibnu Wadhdhah; dan lainnya; dari
Abdullah bin ’Amr. Dihasankan oleh Syaikh Salim al Hilali di dalam Nash-hul Ummah, hlm. 24).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أُوصِيكُمْ
بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا
فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ
الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Aku wasiatkan kepada kamu
untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada penguasa kaum
muslimin), walaupun (ia) seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya,
barangsiapa hidup setelahku, ia akan melihat perselishan yang banyak.
Maka wajib bagi kamu berpegang kepada sunnahku dan sunnah para
khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah, dan giggitlah
dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena
semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah
adalah sesat. (H.R Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; ad-Darimi; Ahmad; dan lainnya dari al-‘Irbadh bin Sariyah).
Semua ini menyadarkan kita tentang perlunya memahami al-Kitab
dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Tentu pemahaman
tersebut melalui para ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah, atau para ustadz
yang dikenal kelurusan aqidah dan manhaj mereka, serta amanah mereka
dalam menyampaikan ilmu agama. Hal itu dapat secara langsung berguru kepada mereka, atau lewat tulisan, kaset, dan semacamnya. (Dari berbagai sumber)
Senin, 28 Januari 2013
Rahasia Sholat
Setiap
peralihan waktu shalat sebenarnya menunjukkan perubahan tenaga alam ini yang
dapat diukur dan dirasakan mlalu perubahan warna alam. Fenomena perubahan warna
alam adalah sesuatu yang tidak asing bagi mereka yang terlibat dalam bidang fotografi.
1. Waktu
Shubuh
Pada
waktu subuh alam berada dalam spektrum warna biru muda yang bersamaan dengan
frekuensi tiroid yang mempengaruhi sistem metabolisme tubuh. Jadi warna biru
muda atau pada waktu subuh mempunyai rahasia berkaitan dengan rezeki dan komunikasi.
Mreka yang kerap tertinggal waktu subuhnya atau terleway berulang-ulang kali,
lama-kelamaan akan menghadapi masalah pada komunikasi dan rezeki. Ini karena
tenaga alam yaitu biru muda tidak dapat diserap oleh tiroid yang mesti berlaku
dalam keadaan roh dan jaad yang ada (yang bersamaan antara ruang dan waktu).
Saat adzan subuh tenaga alam pada waktu itu berada pada tahap optimum. Tenaga
inilah yang akan diserap leh tubuh melalui konsep resonan pada waktu rukuk dan
sujud.
2. Waktu
dluhur
Warna
alam seterusnya berubah menjadi warna hijau (isyraq dan dhuha) dan kemudia
warna kuning menandakan masuknya waktu dhuhur. Spektrum warna pada waktu ini
bersamaan dengan frekuensi perut dan hati yang berkaitan dengan sistem
pencernaan. Warna kuning ini berkaitan dengan warna keceriaan jadi, mereka yang
selalu ketinggalan dhuhurnya berulang kali akan mengalami mengalami masalah
perut dan hilang sifat cerianya.
3. Waktu
Ashar
Kemudian
warna alam akan berubah menjadi warna oranye, yaitu masuknya waktu ashar dimana
spektrum warna pada waktu ini bersamaan dengan frekuensi prostat, uterus,
ovari, dan testis yang merangkumi sistem repoduktif. Rahaia warna oranye adalah
kreatifiti. Orang yang kerap tertinggal daya kreativitasnya dan lebih malang
lagi kalau di waktu ashar ini jasad dan roh seseorang ini terpisah. Tenaga pada
waktu ashar ini am diperlukan oleh organ-organ reproduktif kita.
4. Waktu
Maghrib
Menjelang
waktu magrib alam berubah ke warna merah dn diwaktu ini kit kerap dinasihatkan
orang-orang tua kita agar tidak berada di luar rumah. Ini karena spektrum warna
pada waktu ini menghampiri frekuensi jn dan iblis pada waktu ini amat bertenaga
karena mereka resonan dengan alam. Mereka yang sedang dalam perjalanan juga
sebaiknya berhenti dulu pada waktu sholat maghrib untuk sholat dulu (karena
banyak interferens, seperti fatamorgana yang bisa mengganggu mata kita). Warna
merah ialah keyakinan, pada frekuensi otot, saraf dan tulang.
5. Waktu
isya
Apabila
masuk waktu isya, alam berubah ke warna indigo dan seterusnya memasuki fasa kegelapan.
Waktu isya ini menyimpan rahasia ketentraman dan kedamaian dimana frekuensi
bersamaan dengan sitem otak. Mereka yang sering meninggalkan shalat isya akan
selalu berada dalam kegelisahan.
Setelah
shalat isya, alam berada pada spektrum warna hitam inilah waktu tidur dalam
islam. Selepas tengah malam, alam mulai bersinar kembali dengan warna putih,
merah muda, dan ungu bersamaan dengan frekuensi kelenjar pineal, ptuitari,
talamus, dan hipotalamus. Tubuh sepatutnya bangkit kembali pada waktu ini dan dalam
islam waktu ini disarankan untuk shalat malam.
Sabtu, 26 Januari 2013
Memuliakan Tamu dengan Menjamunya
Hadist tentang memuliakan tamu:
Dalam al-Quran surat Adz-Dzariyat: 24 – 27, Allah telah berfirman
Rasulullah rela anaknya tidak makan, tidur semalaman dalam keadaan lapar untuk memuliakan tamunya Rasulullah saw.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan
tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka
hendaklah ia memuliakan tamunya. (H.R Bukhari no. 6018, Muslim no. 47)
dalam hadist lain dijelaskan oleh imam Tirmidzi yang artinya
“
sesungguhnya para malaikat tetap mendoakan seseorang selama hidangan makanannya
masih terhampar ( yakni untuk tamunya ). (HR Tirmidzi).Dalam al-Quran surat Adz-Dzariyat: 24 – 27, Allah telah berfirman
هَلْ أَتَاكَ
حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ ﴿24﴾ إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ
فَقَالُوا سَلَامًا قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ ﴿25﴾ فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ
فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ ﴿26﴾ فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ
﴿27﴾
Sudah
sampaikah padamu cerita tentang tamu Ibrahim yang dimuliakan? Ketika mereka
masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaman." Ibrahim menjawab:
"Salamun, (kalian) adalah orang-orang yang tidak dikenal." Maka dia
pergi dengan diam-diam menemui keluarganya lalu dibawanya daging bakar dari
anak sapi yang gemuk dan dihidangkannya kepada mereka, Ibrahim berkata:
"Tidakkah kalian makan?"
Rasulullah rela anaknya tidak makan, tidur semalaman dalam keadaan lapar untuk memuliakan tamunya Rasulullah saw.
Ketika Allah
melihat salah satu bentuk, dimana Allah Swt memperlihatkan kepada hamba-hamba Nya
bahwa Allah melihat semua perbuatan yang terkecil sekalipun. Maka disaat itu
datanglah tamu kepada Sang Nabi saw dan Sang Nabi saw tidak bisa menjamunya
karena tidak ada makanan. Rasul tanya pada istrinya “punya makanan apa kita untuk menjamu tamu ini?”,
istri Nabi saw menjawab “tidak
ada, yang ada cuma air”. Maka Rasul berkata “siapa yang mau menjamu tamuku ini?” Satu orang anshar langsung mengacungkan tangan
“aku yang menjamu tamumu ya
Rasulullah”. Kemudian sahabat itu membawa tamu rasul itu ke rumahnya, sampai dirumah mengetuk pintu
dengan keras hingga istrinya bangun. “Kenapa suamiku? kau tampak terburu-buru”.
“akrimiy
dhaifa Rasulillah,
kita dapat kemuliaan tamunya Rasulullah. Ayoo.. muliakan,
keluarkan semua yang kita miliki daripada pangan dan makanan, semua keluarkan.
Ini tamu Rasulullah bukan tamu kita, datang kepada Rasul, Rasul saw tidak bisa
menyambutnya. Rasul tanya “siapa yang bisa menyambutnya?”, aku buru -
buru tunjuk tangan, ini kemuliaan besar bagi kita.” Istrinya berkata “suamiku, makanannya hanya untuk 1 orang.
Tidak ada makanan lagi, itu pun untuk anak- anak kita. 2 orang anak- anak kita
hanya akan makan makanan untuk 1 orang, kau ini bagaimana menyanggupi undangan
tamu Rasul? kau tidak bertanya lebih dulu? apakah kita punya kambing, punya
ayam, punya beras, punya roti, jangan main terima sembarangan!” Maka
suaminya sudah terlanjur menyanggupi “sudah
kalau begitu anak kita tidurkan cepat- cepat, matikan lampu agar anaknya
tidur”. “belum makan, suruh tidur jangan suruh makan malam, biar saja”.
Di tidurkan anaknya
tanpa makan. Lalu tinggal makanan yang 1 piring untuk 1 orang, “ini bagaimana? tamunya tidak mau
makan kalau hanya ditaruh 1 piring kalau shohibul bait (tuan rumah) tidak ikut
makan karena cuma 1 piring makanannya”. Suaminya berkata “nanti sebelum kau keluarkan
piringnya, lampu ini kau betulkan lalu saat makan tiup agar mati pelitanya,
jadi pura- pura lampu mati. Taruh piring, silahkan makan dan kita taruh piring
kosong di depan kita, tamu makan kita tidak usah makan tapi seakan “ akan makan
dan tidak kelihatan lampunya gelap”.
Maka tamunya
tidak tahu cerita lampunya mati, pelitanya rusak, tamunya makan dengan
tenangnya, nyenyak dalam tidurnya, pagi-pagi shalat subuh kembali kepada Rasul
saw “Alhamdulillah ya
Rasulullah aku dijamu dengan makanan dan tidur dengan tenang”.
Rasul berkata “Allah semalam
sangat ridho kepada shohibul bait (tuan rumah) yang menjamumu itu” (shahih
Bukhari).
Allah
tersenyum, bukan Allah itu seperti manusia bisa tersenyum tapi maksudnya Allah
sangat sayang dan sangat gembira. Dengan perbuatan itu Allah sangat terharu,
bukan terharu karena tamunya saja tapi juga karena shohibul bait berucap. “akrimiy dhaifa Rasulillah” muliakan tamu
Rasulullah.
Ini yang membuat Allah terharu, untuk tamunya Rasulullah rela anaknya tidak
makan, tidur semalaman dalam keadaan lapar untuk memuliakan tamunya Rasulullah
saw.Jika Diberi Sesuatu Tanpa Meminta, Ambillah
Diriwayatkan dari Umar bin Al Khatthab r.a. : Rasulullah Saw memberi sesuatu kepadaku tetapi aku berkata kepadanya, “maukah kau memberikannya kepada yang lebih miskin dan lebih membutuhkan daripadaku?”. Nabi Muhammad Saw bersabda kepadaku, “ambillah, jika kau diberi sesuatu dari kekayaan ini tanpa meminta atau loba terhadapnya, ambillah; dan jika tidak diberikan, jangan bersikeras untuknya”.
Menjual Kayu Bakar Lebih Baik daripada Mengemis
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. : Rasulullah Saw pernah bersabda, “Demi Dia yang menggenggam hidupku, akan lebih baik bagi seseorang untuk mengambil seutas tali dan memotong kayu (di hutan) lalu membawanya dengan punggungnya dan menjualnya daripada meminta sesuatu kepada seseorang dan orang yang ia minta mungkin memberinya mungkin tidak”.
Sedekah Kepada Keluarga dan Kerabat
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al Khudri r.a : suatu ketika pada hari raya Rasulullah Saw pergi ke Mushalla (ruang atau lapangan yang difungsikan sebagai tempat shalat). Kemudian Nabi Muhammad Saw pulang, ketika Nabi Muhammad Saw sampai di rumahnya , Zainab, istri Ibnu Mas’ud meminta izin untuk masuk. Ia berkata, “ya Rasulullah, inilah Zainab”. Nabi Muhammad Saw bertanya,”Zainab yang mana?” ia menjawab bahwa ia istri Ibn Mas’ud. Nabi Muhammad Saw bersabda,”baiklah, silakan masuk”. Ia pun masuk dan berkata, “ya Rasulullah, hari ini anda memerintahkan kami untuk mengeluarkan sedekah dan aku memiliki sebuah perhiasan yang ku niatkan akan kuberikan sebagai sedekah tetapi Ibn Mas’ud berkata bahwa ia dan anak-anaknya lebih berhak mendapatkannya ketimbang orang lain.” Nabi Muhammad Saw bersabda, “apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud benar. Suami dan anak-anakmu lebih berhak memperolehnya daripada orang lain”. (Al-Hadits)
Sedekah Yang Diberikan Kepada Orang Miskin, Anak Yatim, dan Orang dalam Perjalanan
Diriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri r.a. "suatu ketika Nabi Muhammad Saw duduk diatas mimbarnya dan kami duduk di sekelilingnya. kemudian Nabi Muhammad Saw bersabda, "sesuatu yang kutakutkan akan mengguncang sebagian besar dari kalian (sesuatu yang akan menimpa kalian sepeninggalku) adalah kesenangan-kesenangan dan kemewahan dunia yang keelokkannya akan disingkapkan kepadamu". seseorang berkata, "ya Rasulullah! apakah kebaikan akan membawa keburukan?" Nabi Muhammad Saw termenung sejenak. ada yang berkata kepada orang itu, "ada apa kamu ini? kamu berbicara kepada Rasulullah Saw ketika Rasulullah Saw tidak sedang berbicara kepadamu!". kemudian kami mengetahui bahwa wahyu baru saja diturunkan kepadanya. Nabi Muhammad Saw mengusap peluhnya dan berkata, "mana penanya tadi?" sepertinya Nabi Muhammad Saw menyukai pertanyaan tadi. lalu Nabi Muhammad Saw bersabda,"kebaikan tidak pernah membawa keburukan. seperti tumbuh-tumbuhan di tepi sungai tidak pernah membunuh atau membuat hewan sakit, kecuali apabila hewan itu memakan khadhirah (sejenis sayuran), lalu melihat ke arah matahari, kemudian berak, kencing dan merumput kembali. sesungguhnya kekayaan ini manis dan hijau. anugerah dilimpahkan terhadap kekayaan seorang muslim yang diberikan kepada orang miskin, anak yatim, dan Ibnu Al-sabil (orang yang sedang perjalanan [atau Rasulullah mengucapkan kata-kata yang serupa dengan itu]). sesungguhnya, siapa pun yang mengambil hak orang lain ibarat orang yang makan tetapi tidak pernah kenyang, dan kekayaannya akan menjadi saksi yang menentangnya pada hari kiamat". (Al-Hadits)
Keharusan Bersedekah
Diriwayatkan dari Abu Musa ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda,“setiap muslim harus bersedekah”. Seseorang bertanya, “ya Rasulullah ! jika seseorang tidak memiliki apa pun untuk disedekahkan, apa yang harus ia lakukan?” Nabi Muhammad Saw bersabda, “ia harus bekerja hingga memperoleh upah dan memberikan sedekah”. Lebih jauh orang-orang bertanya, “bagaimana jika hal itu pun tidak bisa ia lakukan?” Nabi Muhammad Saw menjawab, “tolonglah orang yang membutuhkan pertolongan”. Orang-orang berkata, “jika ia tidak dapat melakukan hal itu?” Nabi Muhammad Saw bersabda, “maka ia harus mengerjakan semua perbuatan baik dan menghindari semua perbuatan buruk dan hal ini akan diperhitungkan sebagai pahala bersedekah”. (Al-Hadits)
Membawa Pahala Perbuatan Baik Ketika Masuk Islam
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam : aku berkata kepada Rasulullah Saw, "sebelum aku memeluk Islam aku telah melakukan banyak perbuatan baik seperti memberi sedekah, membebaskan budak budak, dan memelihara silaturahim dengan sanak dan kerabat. apakah semua perbuatan baik itu akan diberi pahala?" Nabi Muhammad Saw menjawab, "kau menjadi muslim dengan semua perbuatan baikmu". (Al-Hadits).
Jumat, 25 Januari 2013
Keutamaan Menyebarkan Ilmu Agama
Dari Abu Umamah al-Baahili radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ، حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ، لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ »
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar bershalawat/mendoakan kebaikan bagi orang yang mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada manusia”.
Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan seorang yang mempelajari ilmu agama yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian menyebarkannya kepada umat manusia. Imam Abdullah bin al-Mubarak rahimahullah berkata, “Aku tidak mengetahui setelah (tingkatan) kenabian, kedudukan yang lebih utama dari menyebarkan ilmu (agama)”.
Dalam hadist lain yang semakna dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang memahami ilmu (agama dan mengajarkannya kepada manusia) akan selalu dimohonkan (kepada Allah Ta’ala) pengampunan (dosa-dosanya) oleh semua makhluk yang ada di langit dan di bumi, termasuk ikan-ikan di lautan”.
Beberapa faedah penting yang terkandung dalam hadits ini:
- Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat, pengampunan, pujian, kemuliaan dan keberkahan dari-Nya. Ada juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya:
{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا}- Orang yang mengajarkan ilmu agama kepada manusia berarti telah menyebarkan petunjuk Allah Ta’ala yang merupakan sebab utama terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan alam semesta beserta semua isinya, oleh karena itu semua makhluk di alam semesta berterima kasih kepadanya dan mendoakan kebaikan baginya, sebagai balasan kebaikan yang sesuai dengan perbuatannya.
“Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” (QS al-Ahzaab:43).
- Sebagian dari para ulama ada yang menjelaskan makna hadits ini bahwa Allah Ta’ala akan menetapkan bagi orang yang mengajarkan ilmu agama pengabulan bagi semua permohonan ampun yang disampaikan oleh seluruh makhluk untuknya.
- Tentu saja yang keutamaan dalam hadits ini khusus bagi orang yang mengajarkan ilmu agama dengan niat ikhlas mengharapkan wajah Allah Ta’ala, bukan untuk tujuan mencari popularitas atau imbalan duniawi.
Para ulama yang menyebarkan ilmu agama adalah pewaris para Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena merekalah yang menggantikan tugas para Nabi dan Rasul ‘alaihis salam, yaitu menyebarkan petunjuk Allah Ta’ala dan menyeru manusia ke jalan yang diridhai-Nya, serta bersabar dalam menjalankan semua itu, maka merekalah orang-orang yang paling mulia kedudukannya di sisi Allah Ta’ala setelah para Nabi dan Rasul ‘alaihis salam.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Menyampaikan/menyebarkan sunnah (petunjuk) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat manusia lebih utama daripada menyampaikan (melemparkan) panah ke leher musuh (berperang melawan orang kafir di medan jihad), karena menyampaikan panah ke leher musuh banyak orang yang (mampu) melakukannya, sedangkan menyampaikan sunnah (petunjuk) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat manusia hanya (mampu) dilakukan oleh (para ulama) pewaris para Nabi ‘alaihis salam dan pengemban tugas mereka di umat mereka, semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk golongan mereka dengan karunia dan kemurahan-Nya”.
Shalat Dluhur Wajib bagi Wanita pada Hari Jum'at
Shalat
Zhuhur wajib bagi wanita di hari Jum’at di rumahnya, maka ia shalat empat
raka’at sama halnya dengan mengerjakan shalat Zhuhur di hari lainnya.
Sedangkan, jika pergi ke masjid untuk shalat Jum’at, wanita tersebut
mengerjakannya dua raka’at dan ia tidak perlu lagi mengerjakan shalat
Zhuhur, walaupun shalat Jum’at tersebut tidak wajib untuknya.
“Wanita tidak wajib melaksanakan shalat Jum’at. Namun jika wanita
melaksanakan shalat Jumat bersama imam shalat Jumat, shalatnya tetap
dinilai sah. Jika ia shalat di rumahnya, maka ia kerjakan shalat Zhuhur
empat rakaat. Ia boleh mulai mengerjakan shalat Zhuhur tadi setelah
masuk waktu Zhuhur, yaitu setelah matahari tergelincir ke barat (waktu
zawal). Dan sekali lagi dia tidak boleh laksanakan shalat jumat (di
rumah) sebagaimana maksud keterangan sebelumnya.
Larangan Menjual Barang Dagang di Tempat Membelinya
Diriwayatkan dari Nafi': Ibnu Umar ra. menceritakan kepada kami bahwa pada masa hidup Rasulullah Saw orang-orang biasa membeli makanan dari para kafilah. Nabi Muhammad Saw melarang mereka untuk menjualnya di tempat mereka membelinya (tetapi mereka harus menunggu) hingga mereka membawanya ke pasar tempat bahan-bahan makanan dijual. Ibnu Umar lalu berkata, "Nabi Muhammad Saw melarang menjual bahan makanan sebelum diterima oleh pembelinya". diriwayatkan dari Ibn Abbas ra. : "Nabi Muhammad Saw melarang menjual bahan makanan sebelum ditimbang lebih dahulu dan dialihkan kepemilikannya kepada orang lain". aku bertanya kepada Ibn Abbas ra., "apa sebabnya?". Ibnu Abbas menjawab, "hal itu serupa dengan menjual uang dengan uang, karena bahan makanan belum diambil alih oleh pembeli pertamanya yang menjualnya saat itu juga".
Langganan:
Postingan (Atom)